Di dunia yang menuntut kita untuk selalu tampil sempurna, berprestasi, dan terlihat “hebat”, sering kali kita lupa bahwa nilai tertinggi dalam iman bukanlah kemampuan, melainkan ketaatan. Tuhan tidak menunggu manusia luar biasa. Dia mencari hati yang bersedia—yang berkata, “Ya Tuhan, aku di sini. Pakailah aku.”
Alkitab Penuh Orang Biasa
Kita sering kagum pada tokoh-tokoh besar dalam Alkitab: Musa yang membelah Laut Merah, Daud yang mengalahkan Goliat, Petrus yang berkhotbah hingga ribuan bertobat. Tapi mari kita lihat lebih dalam—apa yang membuat mereka dipakai Tuhan?
Bukan kefasihan Musa, sebab ia bahkan mengaku gagap.
Bukan kekuatan Daud, sebab ia hanya seorang gembala muda.
Bukan kesetiaan awal Petrus, sebab ia pernah menyangkal Yesus tiga kali.
Tuhan tidak mencari manusia yang sempurna. Ia mencari hati yang berserah, yang mau taat meski tidak merasa cukup.
Ketaatan Itu Lebih Dari Sekadar Perasaan
Taat bukan soal merasa siap. Justru sering kali kita disuruh melangkah ketika kita belum melihat semua jalannya. Seperti Abraham yang diminta meninggalkan negerinya tanpa tahu arah tujuan. Seperti Maria yang menerima kabar kelahiran Yesus walau itu mengubah seluruh hidupnya.
Ketaatan adalah bukti bahwa kita percaya Tuhan lebih tahu.
Bukan Hebat Dulu, Baru Dipakai
Sering kali kita berkata, “Nanti kalau aku sudah bisa kotbah,” atau “Kalau aku sudah bebas dari dosaku,” atau “Kalau hidupku sudah beres…” Padahal, Tuhan tidak menunggu kita jadi ‘hebat’ dulu. Dia mau memakai kita dalam proses kita.
Dia tidak mencari suara merdu—Dia mencari hati yang menyembah.
Dia tidak cari yang kuat—Dia cari yang mau bergantung.
Kesimpulan
Tuhan tidak butuh yang paling pintar, paling kuat, paling berbakat. Dia butuh yang mau datang, duduk di kaki-Nya, dan berkata: ‘Aku mau taat.’ Dalam ketaatan, di sanalah kuasa Tuhan bekerja. Bukan karena kita hebat, tapi karena Dia setia.