Dalam kisah Perjanjian Lama, Yusuf adalah tokoh yang menghadapi berbagai penderitaan dan ketidakadilan, namun tetap teguh dalam integritas dan iman kepada Tuhan. Perjalanan hidupnya dari sumur, penjara, hingga istana menunjukkan bahwa kesetiaan dalam masa sulit tidak pernah sia-sia di mata Allah.
1. Dikhianati, Tapi Tidak Menyimpan Kepahitan
Yusuf dijual oleh saudara-saudaranya karena iri hati. Ia mengalami pengkhianatan paling pahit, namun tidak membalas dendam. Sikap pengampunan Yusuf menunjukkan karakter yang luar biasa. Ia mempercayakan keadilan kepada Tuhan, dan terus menjalani hidup dengan sikap benar meski berada dalam situasi yang tidak adil.
2. Godaan dan Keteguhan Hati
Saat menjadi pelayan di rumah Potifar, Yusuf menghadapi godaan besar dari istri tuannya. Ia bisa saja memilih jalan pintas, tetapi ia berkata, “Bagaimana mungkin aku melakukan kejahatan yang besar ini dan berdosa terhadap Allah?” (Kejadian 39:9). Yusuf memilih ketaatan daripada kesenangan sesaat, dan akibatnya ia malah dipenjara—tapi tetap Tuhan menyertainya.
3. Dipromosikan oleh Tuhan, Bukan Manusia
Meski Yusuf dilupakan oleh juru minuman di penjara, pada waktu yang tepat, Tuhan mengangkatnya menjadi penguasa di Mesir. Hal ini menunjukkan bahwa kenaikan Yusuf bukan karena koneksi manusia, tetapi karena tangan Tuhan sendiri. Ia menjadi saluran berkat bagi banyak bangsa, termasuk keluarganya yang dulu mengkhianatinya.
4. Yusuf dan Karakter yang Teruji
Karakter Yusuf tidak dibentuk di istana, tapi dalam penderitaan. Saat ia akhirnya berkuasa, Yusuf tetap rendah hati, penuh kasih, dan bijaksana. Ia melihat setiap kejadian dalam hidupnya sebagai bagian dari rencana besar Allah, dan berkata, “Kamu memang telah mereka-rekakan yang jahat terhadap aku, tetapi Allah telah mereka-rekakannya untuk kebaikan…” (Kejadian 50:20).